9.20.2011

Thor

Dewa petir menyambar layar perak

Bagi yang suka mitologi dewa-dewaan seharusnya tahu Thor. Namun, Thor juga merupakan salah satu karakter komik ciptaan Marvel. Well, Thor adalah salah satu anggota awal Avengers, dan dalam rangka merealisasikan niat Marvel untuk membuat live-action The Avengers, tentunya sebuah film Thor dibutuhkan.

Maka, tanggapan awal adalah film Thor ini dibuat hanya untuk bisa melompat ke film Avengers. Film Thor tidak digarap dengan serius. Aktornya saja siapa? Chris Hemsworth. Sedikit sekali yang kenal aktor ini, coba bandingkan dengan Robert Downey Jr.nya Iron Man.

Tapi mari kita kesampingkan semua hal itu dan mencoba objektif menilai Thor. Yes, Chris Hemsworth memang tidak terkenal, tapi setelah menonton Thor, saya tidak bisa memikirkan aktor lain untuk menjadi Dewa perkasa nan sombong ini. Chris Hemsworth is the right choice. Natalie Portman? Ah sudahlah, dia jadi siapapun saya setuju kok :)

Lalu ke cerita, saya harus mengakui penceritaan Thor sangat mengalir dengan baik. Sebelumnya saya tidak pernah tahu cerita asli Thor maupun membaca komiknya, saya blank tentang Thor. Namun, hanya cukup dengan menonton film ini, setidaknya saya bisa mengerti sedikit asal-usul Thor. So, well written!

Plot. Sayangnya, Thor ini memang terkesan dibuat sebagai pengenalan karakter Thor di dalam Avengers. Coba saja bandingkan Iron Man, walaupun tetap pengenalan, namun masih ada pendalaman karakter lebih jauh dan cerita yang masih punya banyak sub-plot. Thor terkesan melihatkan, dirinya yang sombong, lalu dibuang, lalu berubah menjadi baik, dan oh ya, dia punya adik tiri yang jahat. That’s it. So, it was okay.

Effect. Film ini obral effect. Penggambaran Asgardian sebagai habitat Thor ditampilkan full CGI. Tapi kadang hal ini menjadi lebay, malah suka berbau Power Ranger. Dibandingkan dengan efek Iron Man? Jauh.

Overall, Thor is a summer flick. Menghibur, enteng, dan memanjakan mata. 7/10.

9.18.2011

Komputer Generasi Kedua


Komputer telah mengalami banyak evolusi sampai menjadi komputer yang kita kenal sekarang. Saat ini, komputer sudah berada pada generasi keempatnya dan menuju kepada generasi 5. Ada pun kali ini saya akan membahas komputer generasi kedua. Tapi ada baiknya saya ceritakan singkat tentang komputer generasi pertama terlebih dahulu.

Komputer generasi pertama dijalankan menggunakan tabung hampa. Tabung hampa yang digunakan dapat mencapai 17 ribu buah. Bayangkan, bila satu tabung hampa berukuran seperti penghapus papan tulis, maka berapa ruang yang dibutuhkan hanya untuk satu komputer saja. Contoh komputer generasi pertama adalah ENIAC, EDVAR, dan EDSAC.

Komputer generasi kedua tidak lagi menggunakan tabung hampa, melainkan menggunakan transistor. Transistor pertama kali ditemukan pada tahun 1947. Sejak tahun 1955 sampai seterusnya transistor resmi menggantikan tabung hampa.


Transistor

Banyak sekali kelebihan dari komputer bertransistor ini. Pertama, tentunya perubahan ukuran yang mengecil drastis. Ini dikarenakan ukuran transistor yang lebih kecil daripada tabung hampa dan jumlahnya tidak sampai 17 ribu seperti tabung hampa :)

Lalu, transistor juga mengonsumsi tenaga lebih sedikit dari tabung hampa. Pada komputer generasi kedua ini juga, bahasa komputer ditemukan, begitu juga dengan kemampuan untuk menyimpan data (memory).

Sebenarnya, komputer generasi ketiga dan keempat hanyalah pemodifikasian dari transistor yang digunakan pada generasi kedua. Secara istilah sains, hanya ada dua generasi komputer. Komputer yang menggunakan tabung hampa dan transistor. Istilah generasi ketiga dan keempat keluar dikarenakan oleh industri komputer.




Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_computing_hardware#Second_generation:_transistors

Abacus


Apa sih Abacus? Eh, ngapain sih bahas Abacus?

Sebelumnya, saya mau bilang. Bahwa selanjutnya, tugas Pengantar Ilmu Komputasi saya bakal dipost di blog ini juga. Dan salah satu tugasnya adalah membuat tulisan mengenai Abacus. Apa itu abacus? Silahkan lanjut membaca.

Abacus bisa dibilang sebagai salah satu bentuk komputer. Komputer, berdasarkan definisinya adalah alat menghitung. Komputer tidak harus besar, mempunya monitor, dan bisa buat main game. Abacus sebenarnya adalah wujud awal dari komputer.

Mungkin masyarakat Indonesia awam sekali dengan nama abacus, tapi bila mendengar nama sempoa nggak kan? Nah abacus itu sebelas-dua belas sama sempoa. Bahkan sama. Fungsinya? Tentunya untuk menghitung. Pada jaman dahulu, tentunya belum ada barang elektronik, tapi masyarakatnya sudah mulai berhitung. Untuk keperluan jual-beli atau semacamnya. Abacus dahulunya dibuat dari bebatuan, kayu, atau juga metal.

Abacus sendiri banyak jenisnya, ada Abacus Cina, Rusia, Roman, atau pun juga Jepang.

Abacus Cina

Roman Abacus
Abacus Jepang

Abacus Rusia

Saat ini, abacus masih dipakai. Seperti sempoa yang masih ada sampai sekarang sebagai  cara alternatif untuk menghitung cepat. Abacus sendiri juga masih dipakai oleh kaum tuna netra karena lebih mudah (kalau kalkulator kan harus ngeliat layarnya :P)

Oke deh, gitu aja. Post selanjutnya saya akan membahas Komputer Generasi Kedua. Apa itu? Baca aja ya nanti. :)




sumber: 
http://en.wikipedia.org/wiki/Abacus

9.15.2011

Transformers 3: Dark of The Moon (3D)

SIAPA YANG GAK SUKA TRANSFORMERS??? Oke, selain ibu gue. SIAPAA??

Susah untuk mencari orang yang tidak tertarik dengan film eye-candy semacam Transformers. Full-time explosion, hingga melupakan jalan cerita. Tapi tidak mengapa, karena ketika gue bilang eye-candy, it really is.

Animo masyarakat Indonesia ketika film ini keluar cukup miris. Patungnya bertebaran di mall-mall Indonesia, tapi filmnya tidak kunjung masuk. Gue pun korbannya, gue rela download versi bajakannya yang masih sangat jelek hingga Sam Witwicky looks more like Sentinel Prime.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya gue kejar juga film itu ke Singapore, dan gue pun bisa menonton dengan kualitas manusiawi (despite the fact that it’s a robotic movie). Kecewa, karena walaupun udah keluar negeri, gue belom nonton versi 3Dnya. Dan pada saatnya film ini rilis di Indonesia, gue pun nonton 3Dnya. *ngapaen dikejar ke S’pore dong?*

But anyway, komplitlah, nonton di rumah, di singapore, dan di Indonesia. Dengan 3 kualitas  yang berbeda.

Transformers versi Michael Bay memang tidak menaruh cerita sebagai keunggulannya, layaknya Power Ranger yang (sepertinya) tidak bakal cocok bila dibawa seperti The Dark Knight. Film ini memang mengutamakan visual effect sebagai bambu runcingnya, bahkan seseorang tuna runggu pun dapat menikmatinya. Atas dasar itu, gue rela untuk menonton ketiga kalinya, hanya agar bisa mendapatkan 3D experiencenya.

And it’s worth it. Terlepas dari fakta bahwa gue nonton di bioskop Bandung yang emang murah tiket 3Dnya, the effect blows me away. Dan gue berani bilang, “Loe belom nonton Transformers kalau belom nonton dalam 3D”. It’s effin’ cool. Rata-rata, efek 3D akan membuat film gelap, namun sepertinya Bay cukup cerdik dengan menambah brightnessnya dari awal, sehingga filmnya pun tetap cukup terang bila dibawa 3D.

Lupakan ceritanya, bawalah teman laki-laki, dan nikmatilah bersama-sama. Setiap ledakannya, setiap transformasi robotnya, setiap kali batu-batuan dari bulan melompat keluar dari layar perak, nikmatilah. Jangan gunakan otak Anda untuk mencerna film ini, karena pasti akan banyak sekali pertanyaan terlontar. And that’s how you enjoy a Transformers movie.

9.06.2011

Something Borrowed

Cinta dan persahabatan seringkali tidak selaras dan memberi masalah dilematis dalam kehidupan. Terkadang kita harus memilih antara orang yang kita cintai, atau sahabat yang telah lama bersama kita. Meski sering, pilihan kita tidak benar.

Tema itulah yang diangkat oleh Something Borrowed. Rachel seorang pengacara berumur 30 mempunyai seorang sahabat dari kecil bernama Darcy. Dari awal, kita sudah diperlihatkan betapa baiknya Rachel dan betapa kacaunya Darcy. Mulai dari pesta terus-terusan, mabuk-mabukan, dan segalanya. Sampai titik ini, saya sudah bingung bagaimana mereka bisa jadi sahabat.

Darcy sendiri mempunyai tunangan bernama Dex, yang mana adalah teman kuliah Rachel di sekolah hukum. Singkat cerita, ternyata Rachel dan Dex saling mencintai, tapi tidak ada dari keduanya yang pernah mengakui. Mereka mulai selingkuh, pacaran diam-diam. Dan Rachel pun diberikan pilihan antara pria yang ia cintai dan mengkhianati sahabatnya, atau melupakan cintanya yang dia pendam dari dulu dan tetap menjaga persahabatan yang sudah ada.

Dengan premis semacam itu, film mengalur dengan baik, lucu, dan enjoyable. Ditambah karakter Ethan sebagai teman dekat Rachel yang cukup lucu. Namun, dari tengah hingga akhir film. Masalah semakin rumit, dan ditambah. Mulai dari orang tua Dex yang tidak setuju, lalu secara mendadak Ethan juga menyukai Rachel. Dan cerita pun berakhir hambar serta terkesan dipaksakan. Ini sangat disayangkan, karena seharusnya cerita bisa berakhir lebih diplomatis lagi dan tidak sepihak. Apalagi karakter Darcy semakin  dijelek-jelekkan. Padahal ia tidak salah, seharusnya tidak pernah salah.

Overall, saya kecewa dengan penyelesaian masalahnya. Padahal seharusnya film ini bisa menjadi romantic cliche yang baik.